TERAPI BERMAIN : COOPERATIVE PLAY DENGAN PUZZLE MENINGKATKAN KEMAMPUAN
SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL
A.
ABSTRACT
Introduction:
Children with mental retardation have IQ score less than 70. This have
caused them to have limitations in cognitive skills, verbal skills, motoric
skills, and socialization skills. One of the ways to improve their
socialization skills was play theraphy: cooperative play with puzzle. Method: Design used in
this study was quasy experimental design. The population were the first to the
fourth grade of the elementary students of SLB Al – Hidayah, Mejayan. The
samples were gathered by using purposive sampling method consisted of 12
respondents based on the inclusion criteria which were divided into control and
experimental groups. The independent variable was play theraphy: cooperative
play with puzzle and the dependent variable was socialization skills of children
with mental retardation. The data observation was collected and analyzed by
using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney U Test with significance of α
= 0.05. Result: Results showed that
there was a difference of socialization skills before and after the
intervention on the experimental group (p = 0.027). However, there was no significant difference on
socialization skills before and after the intervention in children with mental
retardation on the control group (p = 0.102), which can be meant that play
therapy using cooperative play with puzzle can improve the socilazation skills
in children with mental retardation (p = 0.036). Discussion: It can be concluded that play theraphy: cooperative
play with puzzle can improve socialization skills in children with mental
retardation. For further research can be given play theraphy: cooperative play
with puzzle in regularly and continuosly way in smaller groups.
Key Words : play theraphy, cooperative play, puzzle,
socialization skills, children with mental retardation.
B.
DESKRIPSI SINGKAT
Anak tuna
grahita atau disebut juga retardasi mental (RM) mempunyai fungsi intelektual
dibawah rata– rata (70) yang muncul bersamaan dengan kurangnya perilaku
adaptif, ketidakmampuan beradaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat
perkembangan dan budaya, awitannya sebelum usia 18 tahun (Wong 2004). Anak RM mengalami keterbatasan
sosialisasi dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah, sehingga cukup
sulit untuk mempelajari informasi dan keterampilan – keterampilan menyesuaikan
diri dengan lingkungan (Soetjiningsih 1998).
C.
ANALISIS
PICOT
1.
Populasi
Populasi pada
penelitian ini adalah anak retardasi mental (RM) kelas 1 - 4 Sekolah Dasar (SD)
yang menjalani pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Al – Hidayah, desa
Mejayan berjumlah 21 anak.
2.
Intervensi
Desain
penelitian yang digunakan adalah quasy
experiment. Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan terapi
bermain : cooperative play dengan puzzle dan variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kemampuan sosialisasi anak retardasi mental. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan lembar observasi milik Delphie (2006) yang telah
dimodifikasi oleh peneliti dan melakukan observasi terhadap kelompok perlakuan
dan kontrol untuk mengetahui dan mengukur kemampuan sosialisasi sebelum dan
setelah perlakuan. Data yang terkumpul dianalisis untuk mengetahui perbedaan
kemampuan sosialisasi pada anak RM sebelum dan setelah diberikan terapi bermain
: cooperative play dengan puzzle dan membuktikan apakah ada
pengaruh antara terapi bermain : cooperative
play dengan puzzle terhadap
peningkatan kemampuan sosialisasi anak RM. Analisis data ini dilakukan dengan
uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test
dan Mann Whitney U Test dengan
tingkat kemaknaan α = 0.05.
3.
Comparation
Dalam jurnal ini
tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain, hanya
ada satu jurnal saja.
4.
Out
Come
Nilai kemampuan
sosialisasi pada anak RM sebelum diberikan terapi bermain : cooperative play dengan puzzle dapat dilihat bahwa pada kelompok
perlakuan sebelum di beri terapi bermain : cooperative
play dengan puzzle yang memiliki
nilai prosentase yang baik adalah kemampuan sosialisasi point ke-1 (kontak
mata), point ke-2 (membalas senyuman), point ke-3 (menjawab pertanyaan), point
ke-5 (bermain dengan teman sebaya), dan point ke-7 (tetap bermain dengan teman
walaupun tidak ada guru / pengasuh disaat jam istirahat. Sedangkan pada
kelompok kontrol kemampuan sosialisasi yang memiliki nilai prosentase baik adalah
kemampuan sosialisasi point ke-1 (kontak mata), point ke-3 (menjawab
pertanyaan), point ke-5 (bermain dengan teman sebaya), point ke-7 (tetap
bermain dengan teman walaupun tidak ada guru / pengasuh di saat jam istirahat.
Nilai kemampuan
sosialisasi pada anak RM setelah diberikan terapi bermain : cooperative play dengan puzzle dapat dilihat pada kelompok
perlakuan mengalami peningkatan hampir di semua kemampuan sosialisasi,
sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebagian item saja yang mengalami peningkatan, meliputi kemampuan
sosialisasi point ke-1 (kontak mata), point ke-5 (bermain dengan teman sebaya),
point ke-7 (tetap bermain dengan teman walaupun tidak ada guru / pengasuh
disaat jam istirahat), point ke-8 ( berpartisipasi aktif dalam kegiatan), dan point
ke-10 ( bekerja sama dalam kegiatan).
5.
Time
Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai 31 Mei 2012 di SLB Al – Hidayah, desa
Mejayan, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun.
D.
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil penelitian sebelum dilakukan intervensi terapi bermain : cooperative play dengan puzzle dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol memiliki
kemampuan sosialisasi yang kurang. Hal ini dipengaruhi oleh : Intelligence
Quotient (IQ), stimulasi yang kurang, peran aktif anak, dan pendidikan
orang tua.
Anak RM mengalami keterbatasan
sosialisasi dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah (Soetjiningsih
1998). Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungannya sangat dipengaruhi oleh
kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak RM berada dibawah normal, maka dalam
kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan (Amin 1995). Anak yang IQ-nya lebih tinggi
menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari pada anak yang IQ-nya normal
atau dibawah normal (Hurlock 2005).
E.
MANFAAT DAN KEKURANGAN
1.
Manfaat
Setelah
dilakukan terapi bermain : cooperative
play dengan puzzle, pada kelompok
perlakuan terjadi peningkatan kemampuan sosialisasi pada anak RM. Hal ini
dikarenakan pada kelompok perlakuan mendapatkan stimulasi secara rutin dan
berkelanjutan, sehingga menstimulasi anak untuk berperan aktif dalam kegiatan,
yang dapat meningkatkan kemampuan sosialisasinya.
2.
Kekurangan
Awalnya
anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi di karenakan tingkat intelegensinya
dan pendidikan orang tua juga mempengaruhi perkembangan kemampuan sosialisasi
anak RM.
F.
SIMPULAN
DAN SARAN
1.
Simpulan
Kemampuan
sosialisasi pada anak RM sebelum diberikan terapi bermain : cooperative play dengan puzzle sebagian besar kurang. Hal ini
dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah, stimulasi yang kurang, peran
aktif yang rendah, dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah, sehingga
kemampuan penyesuaian diri dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan.
Setelah
dilakukan terapi bermain : cooperative
play dengan puzzle, pada kelompok
perlakuan terjadi peningkatan kemampuan sosialisasi pada anak RM. Hal ini
dikarenakan pada kelompok perlakuan mendapatkan stimulasi secara rutin dan
berkelanjutan, sehingga menstimulasi anak untuk berperan aktif dalam kegiatan,
yang dapat meningkatkan kemampuan sosialisasinya.
Terapi
bermain : cooperative play dengan puzzle dapat meningkatkan kemampuan
sosialisasi pada anak RM.
2.
B.
Saran
Saran
yang dapat diberikan antara lain bagi perawat khususnya perawat jiwa – anak
agar lebih memperhatikan perkembangan kemampuan sosialisasi anak RM, dan
memberikan kegiatan – kegiatan untuk menstimulasi kemampuan sosialisasinya.
Bagi orang tua hendaknya menstimulasi anak dengan memberikan alat permainan
yang dapat dimainkan secara berkelompok, misalnya puzzle secara rutin dan berkelanjutan, sehingga memfasilitasi anak di rumah untuk
meningkatkan kemampuan sosialisasi anak RM. Bagi para pendidik di sekolah luar
biasa khususnya jurusan C sebaiknya menerapkan metode pembelajaran terapi
bermain : cooperative play dengan puzzle dengan rutin dan berkelanjutan
dalam kelompok – kelompok kecil untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi anak
retardasi mental, serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang metode
latihan sosialisasi lain seperti bermain ular tangga yang ditujukan untuk
meningkatkan kemmapuan sosialisasi anak RM.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, M 1995, Ortopedagogik Anak Tuna Grahita, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Dirjen Dikti, hal : 11, 16, 19, 21-24, 34-49, 62, 66-70
Astuti,
N. K 2010, Asas Pengajaran untuk Anak Tunagrahita, diakses
hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul 19.55 WIB, http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=13&id=32524.
Delphie,
B 2006, Pembelajaran Anak Tunagrahita, Rafika Aditama, Bandung. Hal: 62 – 66.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Tunagrahita Berhak Dapat Jamkesmas, diakses hari Rabu 14 Desember 2011 pukul 05.00 WIB, http://www.kabarbisnis.com/umum/288162TunagrahitaberhakdapatJamkesmas.html.
Efendi,
M 2006, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Bumi Aksara, Jakarta. Hal :
90 – 91, 99 – 102, 106 – 108.
Ekawati, M 2010, Sosialisasi
Anak – Anak Tunagrahita (Studi Deskriptif tentang Sosialisasi Anak – Anak
Tunagrahita pada Keluarga Miskin di SLB Siswa Budhi Surabaya),
diakses hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul 19. 50 WIB, Library@lib.unair.ac.id.
Hidayat, A.A 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1,
Salemba Medika, Jakarta. Hal. 55-61.
Hurlock,
E. B, 2005, Perkembangan Anak Jilid 1 Edisi Keenam, Erlangga. Hal: 154,
156, 157.
Hurlock,
E. B, 2005, Perkembangan Anak Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Hal 256.
Hutomi,
L 2011, Sosialisasi – Sebuah Pengantar
Sosiologi, media release 9 Juni, diakses hari Senin 19 Maret 2012 pukul
20.00 WIB, uthfihutomi.blogspot.com/.../sosialisasi-sebuah-pengantar-sosiologi....
Ifladi,
2009, Pendidikan Inklusi (Pendidikan
Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus), diakses
hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul 19.48 WIB, smanj.sch.id/.../115-pendidikan-inklusi-pendidikan-terhadap-anakLaksitadevi,
R 2010, Pengaruh Terapi Bermain : Skill
Play terhadap Kemampuan Perawatan Diri pada Anak Retardasi Mental di SLB / C
Kumala II Surabaya, PSIK FKP UNAIR. Skripsi tidak dipublikasikan.
Marasaoly, S 2009, Pengaruh Terapi Bermain Puzzle, diakses hari Senin 5 Maret 2012
pukul 20.10 WIB, www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/.../abstrac.pdf.
Marc Bekoff, 2001, Social Play Behaviour Cooperation, Fairness, Trust, and the evolution
of Morality, diakses hari Sabtu 12 November pukul 20.00 WIB, http//:www.imprint.co.uk/pdf/.
Maslim, R, 2007, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa-Rujukan Ringkas, PPDGJ-III,
Jakarta. Hal: 119-121.
Missuanita, 2008, Efektifitas Terapi Bermain Sosial untuk Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan
Sosial Anak, diakses hari Sabtu 12 November 2011 pukul 20.00 WIB, http//missuanita.wordpress.com..
Notoatmodjo,
S 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakrta, hal : 37 – 39.
Novitasari, R 2009, Efektivitas Terapi Bermain terhadap Peningkatan Aspek Sosialisasi Anak
Tunagrahita Ringan di SLB Harmoni Gedangan Sidoarjo, diakses hari Kamis 8
Maret 2012 pukul03. 50 WIB.
digilib.unesa.org/index.php?com=digilib&view=detil&id=2961.
Nursalam, 2008, Konsep & Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Hal: 80-226.
Rahma,
J 2009, Retardasi Mental Revisi,
media release 24 Juni, diakses hari Selasa 28 Februari 2012 pukul 20.30 WIB,
images.joeliarahma.multiply.multiplycontent.com/.../....
Rakhmawati, I 2008, Pengaruh Aktivitas Bermain Sosial : Cooperative Play terhadap Interaksi
Sosial Anak dengan Gejala Kepibadian Introvert, PSIK FK UNAIR, Skripsi
tidak dipublikasikan.
Rizka, 2009, Observasi Anak Tunagrahita, media
release, 16 November, diakses
hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul 19.45 WIB. rizkanury.blogspot.com/.../observasi-anak-tuna-grahita-sedang.html.
Soetjiningsih,
1998, Tumbuh Kembang Anak, EGC,
Jakarta. Hal. 105, 191.
Somantri, 2007, Psikologi Anak Luar Biasa, Refika
Aditama, Bandung. Hal.103–105.
Sudarto, Z 2011,
Media Permainan Puzzle untuk Meningkatkan
Kemampuan Belajar Anak Tunagrahita Volume 12, media release, 1 Maret, diakses
hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul 20.03 WIB, http://dikdas.jurnal.unesa.ac.id
- Jurnal Pendidikan Dasar.
Suspendi,
2007, Terapi Bermain untuk Anak – Anak, diakses hari Sabtu 17 September 2011
pukul 20.00 WIB, http://www.wordpress.com.
Sutini,
T 2011, Pengaruh Terapi Bermain, diakses, hari Jumat 11 Desember 2011,
eprints.lib.ui.ac.id/.../125504-TESIS0563%20Tit%20N09p-.
Tedjasaputra, M.
S 2001, Bermain, Mainan, dan Permainan.
Grasindo, Jakarta Ulfa, F 2009, Pengaruh Terapi
Bermain : Cooperative Play terhadap Peningkatan Kemampuan Sosialisasi Anak
Autis di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangun Bangsa Surabaya, PSIK FKP UNAIR, Skripsi tidak dipublikasikan.
Widodo,
J 2009 , Pengaruh Terapi Bermain pada Perkembangan Anak, media release 16
Desember, diakses hari Sabtu 17 September 2011 pukul 20.00 WIB, http://koranindonesiasehat.wordpress.com/.
Wong, D. L, 2004, Pedoman
Klinis Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.
Hal: 194-197, 651.
Yusuf,
S 2005, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal: 24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar